Selasa, 25 Desember 2012

TENTANG SEBUAH PARAMETER



Pertama kali aku mengenal istilah parameter adalah saat aku bersentuhan dengan ilmu alam dengan seabreg variabel pembatas. Kimia, ya mungkin saat itulah aku mulai mengenal lebih dalam tentang sebuah parameter. Parameter memiliki beberapa makna dan penafsiran yang berbeda. Ada yang menyebut batasan, ukuran, acuan, nilai, tolok ukur, takaran dsb. Tergantung dari segi mana kita memaknai dan berdasarkan latar belakang apa kita menggunakan istilah "parameter" itu sendiri.
http://photos-a.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/282913_2725954085065_1905755826_a.jpg
Dalam berbagai hal, kita dibenturkan dengan banyak parameter, dan parameter-parameter itu sebenarnya membuat kita semakin hari semakin bingung. Parameter kuliah, parameter performance kerja, parameter sukses, parameter bahagia, parameter kaya dan parameter-parameter lainnya.

Setelah dipikir-pikir, menurut bayanganku, parameter hanyalah sebuah titik bias yang di paksakan menjadi jelas. Begini maksudnya, yang disebut parameter, pada dasarnya tidak bisa di buat pasti, karena didunia ini tidak ada hal yang bisa dipastikan. Karena tidak ada satu orangpun yang bisa memberikan jaminan kepastian. Jangankan jaminan untuk 5 tahun kedepan, jaminan setahun, sebulan, sehari, sejam bahkan semenit yang akan datang pun tidak ada yang mampu menafsirkan.

Parameter itu adalah variabel yang disepakati. Tetapi, dalam setiap hal kesepakatan itu bukanlah persetujuan yang mutlak. Kesepakatan itu ada karena faktor kuantitas - mayoritas. Karena banyak yang setuju tentang satu hal, maka persetujuan itulah yang dijadikan sebagai acuan. Dalam bahasa lain itulah yang disepakati sebagai parameter. Kalaupun kita tidak sepakat tidak ada masalah, asal ketidaksepakatan itu dibarengi dengan argumentasi logis. Itulah yang terjadi saat ini, semua manusia bersitegang menerka, mengajukan penawaran pola berfikirnya, membuat batasan semaunya, dimana tiap orang yang ditemuinya harus mengikuti parameter yang diajukannya.

Ada deretan kalimat yang aku cuplik dari salah satu tulisan penyair tanah air, yang aku anggap itu adalah guruku, Emha ainun nadjib, itulah dia. "dan kini saya terjebak di kurungan peradaban, di mana manusia mengimani kehebatan, bertengkar memperebutkan kekuasaan, mentuhankan harta benda, bersimpuh kepada kemenangan, serta memompa-mompa diri untuk mencapai suatu keadaan yang mereka sangka keunggulan". Perasangkaan terhadap keunggulan hanyalah sebuah hasil fiktif yang ompong, boleh jadi secara kasat mata terlihat unggul tetapi batinnya kosong. Jadi jangan terjebak mengikuti lontaran ukur dari orang lain.

Parameter yang disematkan saat ini lebih ke arah identitas saja. Parameter anak pintar ketika nilainya sekian, lulus dengan IPK sekian, dari universitas ini atau institusi itu dsb. Dia dinilai kaya jika banyak mobilnya, rumahnya dimana-mana, rapi pakaiannya, elegan penampilannya. Ditakar sukses jika bisa bekerja di perusahaan sebonafit ini, menduduki jabatan itu, mewah huniannya. Sukses dalam sketsa berpikir orang-orang itu. Definisi sukses seperti aturan yg yang sudah dicamkan, yang terprogram dalam otak itu. Sukses ketika kamu mencapai poin sekian. Melebihi target yang dibebankan perusahaan. Kita selalu dituntut ini itu, dicoba seperti ini seperti itu, dijatuhkan dan dibangkitkan, dijatuhkan lagi dan diangkat lagi, dilukai n diobati, begitu saja seterusnya, tak tau sampai kapan mereka menghentikannya.

Bahagia jika dia kemana-mana bawa barang serba mewah, bahagia jika tiap membandingkan dirinya dengan orang lain dia merasa paling tinggi derajatnya, semua keinginan bisa dimilikinya, mahal jenis tumpangannya, semua orang yang lewat selalu menunduk-nunduk dihadapannya. Mapan hidupnya jika dia bisa tiap minggu liburan ke beda negara, banyak pesuruhnya. Banyak lagi, seabreg lagi, tak terkira lagi kebiasan parameter yang terpaksa harus disepakati.

Sebagian mampu mencapai sebagian yang lain terbengkalai. Sekali lagi aku mensketsa pikiranku, memberi ruang berfikir pada otakku, bahwa parameter yang tertera diatas bukan lah parameter fardu yang harus kita turuti, kita boleh membuat parameter bagi diri kita sendiri, tentunya parameter yang realistis, yang mampu kita capai dengan segenap tenaga yang kita punyai. Jangan terkungkung oleh pemahaman orang lain yang dapat menyebabkan otak kita frustasi, buat apa kita capai batas keinginan orang lain tapi didalam diri belum menemukan taste kejiwaan dan kegembiraan pribadi. Pintar tidak harus begini, tidak harus begitu, pintar adalah mampu memaksimalkan kesempatan yang datang. Kaya tidak harus punya ini punya itu, kaya adalah kesanggupan diri memanfaatkan potensi yang dianugerahkan, bahagia tidak hanya seperti ini seperti itu, bahagia adalah syukuri yang didapat ikhlaskan yang belum kita dapat. pikiran stress, badan lemas, tenaga terkuras itu karena ketidaksanggupan diri yang dipaksa, jangan terbudak oleh kepentingan orang lain yang notabennya membuat diri tak berdaya. Jadikan parameter hidup sendiri, maksimalkan potensi diri, targetkan yang mampu kita tekuni, usahakan segala sesuatu yang meningkatkan kreativitas diri.

Semoga kita menjadi pribadi yang kuat, berpotensi hebat, pencapaian segera didapat. Manusia memiliki potensi kelebihan dan kekurangan masing-masing, jadi jangan pernah mencemburui nasib orang lain, boleh jadi nasib kita jauh lebih baik jika kita bisa sedikit berusaha lebih keras lagi.

Selamat beraktifitas, semoga diberi kemudahan dan sukses selalu.

Mlng, 20 Des 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thanks...