Rabu, 13 April 2011

“Sentuhan” dari Bocah SD penjual Koran


Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu, demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu. Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu……………………………. (Iwan Fals- Sore tugu pancoran).
Lagu itu mengingatkanku pada suatu kejadian yang aku alami senin malam tanggal 11 april 2011. Kejadian tentang perbincanganku dengan bocah kelas V SD penjual Koran.
Hari itu, sepulang dari kampus sekitar pukul 20.00 WIB di perempatan Manyar Kertoarjo sebelum Jl. Raya Kertajaya, motorku terjebak oleh hadangan lampu merah. Sekilas dua orang bocah agak kurus menjajakan sisa Koran yang ia pegang terlihat oleh mataku. Seakan menahan lelah, wajahnya yang terselimuti debu jalanan tertunduk lesu. Tetapi kelelahan itu seakan dipaksakan hilang seketika, ketika langkah energik mengiringi pergerakannya menjualkan Koran. Kulihat lampu merah masih belum beranjak dari tempatnya dan sang bocah masih setia pada aktifitasnya menawarkan Koran pada motor dan mobil yang ada di depanku meskipun ternyata pengendara tidak berminat membeli.
Gambar diunggah dari http://1.bp.blogspot.com/-buT3ssznYDg/TZce0wO83II/AAAAAAAAABg/_0QK9shdJqM/s1600/bocah%2Bpenjual%2Bkoran.jpg
Sang bocah lalu mendekat dan menghampiriku, Koran apa yang bakal dia tawarkan ke aku, pikirku saat itu. Tapi perkiraanku salah besar. Dia lalu bertanya seakan berharap “ mas boleh nebeng sampai pertigaan lampu merah sana”, sambil menunjukkan jarinya kearah pertigaan kertajaya. Suaranya yang lirih mengindikasikan kalau energi yang dia miliki sudah tak mampu lagi menopang dan menggerakkan tubuhnya yang kurus itu. “ Ok dik naik aja, jawabku juga lirih”. Kebetulan aku jaan searah dan selang beberapa detik, lampu stop-an merubah warna jadi hijau. Langsung saja motor aku gas dengan kecepatan yang relatif pelan. Selain untuk memberikan waktu rehat untuk bocah itu, aku juga dapet teman ngobrol dijalan, meskipun jaraknya tak jauh dan tak memakan waktu lama.
“Mulai jualan hari ini dari jam berapa dik, tanyaku mengawali pembicaraan”, “ jam limaan mas”, sahut sang bocah dengan suara khas malam itu, yaaa suara khas anak yang sedang menahan lelah dari aktifitas yang telah ia kerjakan. “ masih sekolah dik? Tanyaku kembali”, iya mas “ jawab adik itu”. “udah kelas berapa sekarang”, tanyaku seakan pengen lebih tau. “ kelas lima mas”, sahut adik itu tak bosan menjawab pertanyaan dari ku. “lho biasanya mulai jam lima sampai jam berapa dik” tanyaku lagi. “sampai jam Sembilan mas”, jawabnya singkat. Belum aku lanjutin obrolan selanjutnya dia menunjukkan jarinya kea rah suatu tempat. “udah mas, berhenti situ aja, tempat setoranku ada didepan pos polisi itu kok” katanya seraya memberi informasi. Sontak aku memberhentikan laju motorku melawan gaya inersia yang ada.
Adik kecil itu turun seraya berkata “terima kasih mas”, ucapnya lirih. “ya dik sama-sama, yawes semoga sukses buat aktifitasmu ya”, sahutku seakan memberi sedikit suntikan semangat. Setelah kalimat akhir itu aku meneruskan laju motorku dan aku seakan menyesal karena tidak bisa banyak membantu. Kulihat jam yang ada di HP masih menunjukkan pukul 20.10. lalu aku berfikir dia telah mereduksi waktunya kurang lebih satu jam untuk mengakhiri aktifitasnya lebih cepat. Tak tahu alasan yang mendasari bocah itu menyudahi jualannya. Tapi menurut pandanganku dia saat itu benar-benar capek menahan kelelahan yang dia rasakan.
Seraya aku membandingkan keadaanku saat aku seusia bocah itu. Setelah pulang sekolah siang hari “empuk kasur” udah mengganggu untuk ditempati, bangun tidurpun bola dan segerombol teman udah menunggu didepan pagar seraya mengajak kegiatan rutin tiap harinya, yaa bermain bola sampai adzan maghrib berkumandang. Tak cukup itu, malam haripun ajakan teman-teman untuk bermain cukup menggoda. Sungguh sangat bertolak belakang apa yang kualami dan yang bocah kelas V SD alami. Setelah pulang sekolah mungkin dia hanya punya waktu beberapa jam untuk istirahat. Lalu memperiapkan diri untuk menjajakan Koran. Belum lagi jarak rumah dengan tempat dia bekerja bisa dibilang lumayan jauh dari daerah pandigiling menuju manyar kertoarjo. Kalau selama aku perhatiin siang hari sepulang jam sekolah banyak anak kecil yang mulai menjajakan Koran di siang yang begitu panas khas Surabaya, tapi adik itu memulai dari jam lima mungkin ada sesuatu kepentingan lain yang harus dia selesaikan aku juga tidak tahu.
Kembali aku teringat dengan masa silamku saat itu, kalau ditarik kesimpulan, aktifitasku seharian saat itu hanya untuk memuaskan ego kekanak-kanakanku saja diumur yang masih terbilang jauh dari kata dewasa, sang bocah telah berhasil mengalahkan ego kekanak-kanakannya dengan pribadi nya yang dewasa meski itu belum waktunya. Sebuah keterpaksaanlah yang mengharuskan dia melewati kodratnya sebagai seorang anak kecil. Meski waktu pertemuanku dengan bocah kelas V itu teramat singkat tapi banyak makna berharga yang bisa aku petik.
Setelah “sentuhan kecil itu” menemani perjalanan pulangku, aku menggumam dalam hati,,,
“Maaf Dik, aku belum bisa membantu banyak hal buatmu dan kawan-kawan sekitarmu, tapi kamu bisa memberdayakan dirimu sendiri jauh lebih baik dari yang lain. Dik, yakinlah sekecil apapun suatu hal yang telah kamu perjuangkan, tidak akan memberi hasil yang sia-sia. Mungkin tidak saat ini kamu memetik buahnya, tapi percayalah suatu saat kamu akan menuai hasilnya karena segala sesuatu datang tepat pada waktunya. Kamu telah mampu merelakan waktu pentingmu sebagai seorang bocah kecil untuk kepentingan yang jauh lebih besar. Semoga kamu diberi kekuatan untuk memikul beban yang telah kamu angkat saat ini, semoga kamu selalu mendapatkan hal terbaik dalam hidupmu dan sukses selalu buatmu ”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thanks...