Selasa, 21 September 2010

TITIPAN SYUKUR DARI GANG DOLLY



Sepintas memang terbaca agak aneh, agak menggelikan dan agak frontal bin brutal. Karena memang banyak orang memandang sebelah mata gang dolly, hanya di pandang sebagai tempat prostitusi kumuh, jorok, dan hina. Tempat para berkumpulnya kupu-kupu pagi, siang, sore, malam, dan tempat cangkruan para hidung belang. Ataukah memang pantas gang itu dipandang sebelah mata, gang kecil tapi punya nama tersebar dan terbesar se asia tenggara. Bahkan penyumbang pajak terbesar dalam ranah perpajakan kota. Tapi hati yang menjerit, hati yang luluh lantak oleh belaian tangan para lelaki itu masih punya secerah harapan putih yang masih tersembunyi. Harapan yang sudah ada tapi belum ada satu orang pun yang bisa bantu menjemput titik putih itu. Ketika ditanya apakah itu sebuah pilihan ataukan keterpaksaan?? Mungkin jawaban lantang bakal keluar dari mulut mereka “ jalan pilihan karena sebuah keterpaksaan ”. Keterpaksaan yang membuat hati merasa iba. Keterpaksaan tidak hanya diakibatkan faktor ekonomi, juga faktor makhlus halus bernama iblis musuh insan manusia, faktor bujukan setan yang merubah, merusak,dan memporak-porandakan masa depan cemerlang seorang keterununan hawa. Memang mudah mengundang setan tapi begitu sulit mengusirnya. Sehingga beberapa wanita malam terperosok akibat multi talent sesosok iblis.Memang kita tak kuasa mengingatkan atau bahkan melarangnya. Karena itu sebuah hak paksaan yang mereka miliki. Semua itu mereka lakukan karena tuntutan kejam serakahnya dunia. “ kadang ia tersenyum dalam tangis kadang ia menangis didalam senyuman” bait lagi karangan bunda titiek puspa sudah menggambarkan secara universal kehidupan gelamor nan menor ala penghuni wisma. Kehidupan penuh canda tawa yang dibalut batin yang tersiksa.
Harapan putih pada lubuk hati mereka yang terdalam sangat kontradiktif dengan senyum mengembang dibibir yang terpoles menawan. Senyum sebagai tanda keramahan dan sapaan kepada para pemilik kocek tebal. Lantas bagaimana lagi, menurut mereka hanya itu yang masih bisa di perbuat. Meski banyak jalan lain menuju cahaya. Fenomena tersebut sungguh mengajarkan banyak ilmu berharga. Ilmu tentang bersyukur salah satunya.
Saat ini kita tidak bisa melakukan apapun dan sesuatupun untuk mereka, tapi setidaknya realita itu menjadi benteng rasa syukur atas kenikmatan yang digelontorkan Tuhan kepada kita. Kadang kita mengeluh dengan apa yang sudah kita punya, kurang puas dengan apa yang kita dapatkan, ketidakpuasan akibat hasil yang diperoleh tidaklah seimbang dengan apa yang sudah kita usahakan. “rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau” itulah yang menyebabkan buta akan rasa nikmat dan syukur. Selalu kita mengkambinghitamkan takdir, “memang itu sudah takdir dari yang kuasa kita harus menerima dengan tabah”. Ada kalanya ucapan itu benar tapi adakalanya perkataan tersebut kurang tepat. Saat kita hanya sekali berkecimpung dengan kerumitan hidup lalu mengakhiri dengan garis finish putus asa, maka tak ubahnya kita bagai pasir putih ditepian pantai yang pasrah kepada datangnya ombak yang membuatnya hanyut seketika. Tapi tatkala kita berkali-kali bergelut dengan sebuah kesulitan, kerumitan, dan ketidakpastian hidup, makin banyak pula pembendaharaan ilmu tentang bagaimana menyikapi problematika internal batin. Karena percayalah bahwa Tuhan tidak pernah memberi cobaan yang tidak dapat dipikul oleh hamba kesayangannya.
Karena “ saat tuhan belum menjawab do’a yang kita panjatkan ia menambah serta menilai kesabaran kita, dan saat Tuhan menjawab tapi bukan do’a sesungguhnya ia tawarkan yang terbaik untuk mata rantai perjalanan hidup kita.
Satu lagi pelajaran yang dapat kita petik dari gang kecil itu adalah memang hidup itu pilihan, tapi jangan pernah salah memilih. Hidup itu sederhana kita mengambil keputusan dan jangan pernah menyesal atas keputusan tersebut. Karena kita memang tidak bisa mengejar waktu yang berjalan lebih cepat dari pada kita. Karena keegoisan waktu itulah para penghuni alam yang berakal ini, dituntut untuk terus belajar dari hidup yang nyata, belajar untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Memang tidak ada batasan yang mampu menghentikan waktu saat berekreasi tiap detik, oleh karena itu kita yang harus membatasi agar diri tidak salah mengambil keputusan yang sudah kita teken kontrak.
Tulisan ini tidak pernah mengatakan bahwa para penghuni lokalisasi tidak mau berusaha keluar dari belenggu kotak hitam kejam, tapi hanya saja mereka belum menemukan ruang serta waktu yang dapat mengubah arah fikir mereka….
Semoga waktu bisa berkompromi untuk memberi kesempatan bagi mereka yang mau menjemput secercah dan setitik harapan putih tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thanks...