Jumat, 19 Agustus 2011

RAJANYA BULAN (PART 1)

Hari jum’at dikenal dengan sayyidul ayyam atau rajanya hari, sedangkan untuk mahkota raja pada runtutan bulan disematkan pada bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan dikenal dengan “sayyidus syuhur” atau rajanya bulan, kenapa pada bulan romadhan, bukan bulan-bulan yang lain???
karena pada bulan ramdhan, memiliki keistimewaan yang luar biasa jika dibandingkan dengan bulan-bulan yang lainnya. Keistimewaan itu antara lain:
A. DIWAJIBKANNYA PUASA
B. DITURUNKANNYA AL-QUR'AN
C. MALAM LAILATUL QADAR

1. Diwajibkannya Puasa
Puasa merupakan salah satu rukun islam, dimana salah satu substansi ibadahnya adalah relasi interpersonal dengan adi qodrati. Karena perintah puasa wajib ini hanya diadakan pada bulan ramadhan dengan awal dan akhir waktunya ditentukan dengan proses penetapan yang lumayan rumit (tentunya mengacu pada penetapan dalam Al-Qur’an. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari puasa. Puasa adalah jangka waktu istirahat bagi tubuh dan saluran pencernaan kita dari segala sesuatu yang menjadikannya terus bekerja. Tujuannya adalah agar saluran pencernaan menjadi lebih fresh dan lebih bersih lagi. Mengingat bahwa perut ini sumber dari penyakit jasmani, puasa adalah alternatif “peribahasa” yang mengatakan, mencegah lebih baik dari pada mengobati, selain itu, pauasa akan menjadikan diri kita lebih sehat. Seperti yang disabdakan baginda Muhammad SAW “berpuasalah maka kamu akan sehat”. Dari segi spesifik ilmu kedokteraan, gizi dsb, bisa dipelajari lebih detail lagi dari buku-buku dan referensi yang lebih mutahir.
Selain itu, puasa memberikan pelajaran tentang bagaimana menahan sekuat-kuatnya dari sesuatu yang biasa kita lepaskan, serta mengendalikan dengan sebaik-baiknya dari sesuatu yang biasa kita lampiaskan baik itu nafsu, amarah, emosi dsb. Belajar mengendalikan serta menahan dari apapun saja kesenangan-kesenangan duniawiyah yang menggiurkan. Sampai pada akhirnya, ketika tatanan kehidupan duniawiyah sudah bisa kita kendalikan dengan baik, barulah kita menapaki anak tangga yang lebih tinggi dan lebih mulia lagi. Yaitu cita-cita diwajibkannya puasa “la’allakum Tattaquun” yang mana interpretasi tekstualnya adalah “agar kalian bertaqwa”. Yaitu sepenuh hati dan seikhlas mungkin menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Taqwa ini mendiskripsikan dimensi ketaan makhluq kepada sang khaliq, dimana ketika ketaqwaan itu benar-benar bisa dimaknai dengan baik akan memberikan simbol ketaatan yang sesungguhnya. Istimewanya lagi, untuk masalah ketaqwaan hanya Tuhan yang punya hak prerogatif dalam menilai.

2. Diturunkanya Al-qur’an
Setelah sedikit membahas dari segi puasa, keistimewaan ramadhan lainya adalah pada bulan yang mulia ini menjadi kunci parameter waktu diturunkannya ayat pertama dari tekstual Al-Qur’an sebagai wahyu suci penyempurna wahyu yang mendahuluinya. Al-qur’an saat ini menjadi petunjuk serta pegangan hidup yang begitu lengkap bagi makhluk Tuhan khususnya bagi yang mengimani. Disana dijelaskan begitu gamblang tentang ayat-ayat kebesaran sang pencipta dan tatanan petunjuk bagi kehidupan manusia. Ayat pertama mengajarkan tentang relasi-relasi yang begitu komprehensif. “bacalah” itulah salah satu penggalan dari arti ayat pertama yang diturunkan. Jibril menyampaikan wahyu pertama tentang perintah membaca bukan membaca Al-qur’an, karena secara mushaf maupun teks masih belum ada. Itu sebab membaca disini bisa diartikan membaca semesta alam dan manusia sebagai ayat kauniyah. Akan tetapi saat ini setelah Al-qur’an eksistensinya sudah sempurna dengan bentuk mushaf dan runtutan surat yang begitu indah, kita juga harus belajar memahami dan membaca kedua pokok ayat ketuhanan baik qouliyah maupun kauniyah. Maka dari itu hubungan horizontal (hablun min annas) saja atau vertikal (hablun minal allah) saja tidaklah cukup, keduanya harus dikombinasikan dengan baik. Lebih lagi jika ditambah dengan hablun min ‘alam. Semuanya mengajarkan tentang indahnya kasih sayang.
Hubungan manusia dengan allah (vertikal) adalah hubungan yang paling sakral, dimana sifat allah yang Ar-rahman (pengasih) diberikan kepada alam dengan begitu dalam, sedangkan sifat allah Ar-rahim (penyayang) diberikan kepada alam dengan begitu luas. Maka manusia selalu berlomba-lomba mendapatkannya. Sedangkan Hubungan manusia dengan manusia adalah tata etika kehidupan yang dikenal dengan relasi sosial kemasyarakatan. Dimana etika dan aturan-aturan berinteraksi juga disesuaikan dengan kultur sosial masyarakat sekitar. Tentu saja tanpa mengabaikan tata nilai teologi keagamaan. Dimensi interaksi ketiga adalah antara manusia dengan alam. Manusia adalah ciptaan Tuhan paling baik dan paling sempurna, maka dari itulah manusia yang harus bisa melakukan komunikasi serta interaksi yang baik dengan alam semesta makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Mungkin itulah penafsiran kontekstual dari “iqra’” pada surat al-‘alaq, membaca semua yang tersirat dan tersurat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thanks...