Rabu, 21 Desember 2011

MOBILITAS SANG IKAN



Disuatu kesempatan, seperti biasanya aku dan kawan-kawan duduk santai bersama disebuah tempat pemberi inspirasi, ya tempat itulah warung kopi. Ngobrol rileks, menikmati jajanan ringan nan hangat sambil meletakkan kejenuhan-kejenuhan selama satu hari akibat rutinitas tiada batas. Aktifitas yang biasa kujalani, entah itu kuliah, praktikum, laporan atau bahkan organisasi. Aktifitas-aktifitas seperti itulah yang telah menciptakan kebosanan-kebosanan yang tak bisa dihindari. Maka dari itu, rasanya perlu ada refreshing yang murah, sederhana dan gak buat kantong kering, refreshing ala warung kopi lah sebagai salah satu solusi konstruktif yang bisa aku nikmati, hehehe.
Sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa dihindarkan, ketika saya dan teman-teman cangkruk ala warung kopi, obrolan-obrolan ringan selalu muncul minimal menambah pengetahuan dan wawasan yang belum pernah aku dapatkan sebelumnya. Hari itu obrolan mengarah pada satu tema dari bogor. Tema tersebut muncul ketika beberapa kawan mengikuti Kerja Praktek di bogor tempat budidaya tumbuhan dan juga pelatihan agribisnis. Ada pengetahuan yang luar biasa, meski sederhana tapi sangat berharga.
Pada suatu siang saat Kerja Praktek, kawan-kawan saya diajak menuju ke sebuah tempat kolam ikan. Kolam ikan tersebut agak unik jika dibandingkan dengan kolam-kolam ikan pada umumnya. Kolam tersebut berada di tengah aliran sungai yang cukup deras dengan ukuran yang lumayan panjang dan cukup lebar dengan jaring yang membatasi kolam tersebut. Ketika pengasuh tempat tersebut yang juga seorang kyai menanyakan hal tersebut kepada teman-teman Kerja Praktek, kurang lebih pertanyaannya adalah “kenapa kok dibuat kolam pada aliran sungai, bukan ditempatkan di sebuah pekarangan?” sontak teman-teman kerja praktek hanya terdiam. Entah mereka tidak tahu jawabannya atau bahkan terlalu banyak argumentasi logis yang singgah dipikiran mereka sehingga terlalu sulit untuk diungkapkan.
Dengan keberadaan teman-teman yang menunjukkan ekspresi berfikir keras, sang Kyai Pembina Yayasan tersebut memecah kebuntuan dengan memberikan jawaban yang cukup simpel. “karena dengan kondisi tersebut, berat badan dan ukurannya bisa lebih besar daripada ikan dalam kolam pada umumnya” kurang lebih seperti itu kata beliau. Dari jawaban sang kyai yang diceritakan kembali oleh teman-teman, aku bisa mengambil pelajaran yang berarti. Dengan kolam ditengah aliran sungai yang cukup deras, mau tidak mau ikan memiliki tingkat mobilitas yang cukup tinggi, kadang sang ikan harus mengikuti aliran sungai tak jarang pula harus melawan aliran sungai. Saat ikan melawan derasnya aliran sungai, energi yang dikeluarkan untuk melawan aliran juga harus besar, untuk itu sang ikan harus mengimbangi asupan gizi maupun energi yang besar pula. Jika rutinitas seperti ini selalu dilakukan tentu saja tubuh ikan juga terlihat semakin sehat dan bertenaga sehingga tubuh ikan yang demikian juga lebih berat. Mobilitas yang demikian membuat ikan semakin hari semakin kuat terhadap aliran yang kuat.
Nah, dari cerita diatas saya bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang cukup bagus, yaitu tentang “mobilitas”. Setiap saat bahkan setiap waktu keadaan pasti berubah, ibarat aliran sungai setiap saat memiliki kuantitas yang berbeda yang menyebabkan tekanan arus juga berbeda. Oleh karena keadaan semakin berubah, maka pribadi kita juga harus mengikuti perubahan tersebut, perubahan yang mustahil untuk dihentikan. Jika diri kita hanya terdiam dan mengikuti arus perubahan, selayaknya kita tidak dapat meningkatkan kualitas, kekuatan dan kemampuan diri menjadi lebih baik. Kekuatan kita hanya sebatas aliran perubahan yang kita ikuti. Apalagi jika diri kita hanya terdiam pada satu keadaan yang stagnan, maka diri kita tak lebih baik daripada ikan mati, karena hanya ikan matilah yang terus bergerak mengikuti aliran sungai menuju pada posisi yang lebih rendah. Dan pada akhirnya ikan-ikan tersebut akan hancur lebur oleh benturan-benturan yang ada disepanjang aliran sungai.
Kalau kita ingin menjadi seseorang dengan kekuatan mentalitas dan kepribadian lebih baik, jadilah seperti ikan dalam kolam yang berada di tengah-tengah arus sungai yang deras. Pribadi ikan yang memiliki prinsip kuat yang mampu mempertahankan diri melawan arus sungai, meski terkadang harus mau mengikuti aliran sungai pada kondisi-kondisi tertentu. Jangan seperti ikan mati atau ikan dalam kolam pada umumnya. Kita tidak akan mampu “mengerem dan mencegah” perubahan dan perkembangan zaman yang terjadi, yang mampu kita lakukan adalah mengikuti perkembangan zaman dengan memiliki prinsip kuat dan tidak mudah hanyut pada aliran perubahan yang membawa pada tempat yang lebih rendah atau tempat yang merendahkan kepribadian kita.

--------Semoga Bermanfaat, Sukses Selalu--------


Gambar diambil dari :
http://www.langitberita.com/wp-content/uploads/2011/06/ikan.png

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thanks...